PENGATURAN DAN MEKANISME PRAPERADILAN DALAM HUKUM POSITIF
Oleh
Advokat
Pertanyaan:
Bagaimana pengaturan Praperadilan dan mekanismenya dalam hukum positif kita?
Pembahasan:
Kata praperadilan bagi kalangan praktisi hukum terus menerus diperbincangkan dalam diskursus hukum pidana di Indonesia. Terlebih pasca Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara nomor 21/PUU-XII/2014 perihal pengujian Undang–Undang (UU) No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terhadap UUD Tahun 1945 yang menegaskan penetapan tersangka masuk lingkup praperadilan.
Pasca putusan MK tersebut sudah tentu terhadap seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dapat mengajukan praperadilan, pastinya disertai alasan yang jelas sebagaimana ketentuan peraturan perUndang-Undangan. Konkritnya praperadilan intinya untuk memeriksa kebenaran (a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, (b) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Kemudian Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menambahkan satu obyek lagi yang dapat diperiksa dalam praperadilan ini, yaitu (c) penetapan status seseorang menjadi tersangka. (Luhut MP Pangaribuan: 2017).
Bagaimana Pengaturannya?
Dalam sistem hukum pidana terdapat asas due process of law yakni sebuah prinsip yang paling fundamental dan wajib dijunjung tinggi dalam tata cara proses peradilan untuk menjamin dan melindungi harkat dan martabat manusia. Idealnya proses peradilan pidana harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan sebagaimana dinyatakan di dalam KUHAP.
Merujuk pada hal tersebut UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP memberikan pengaturan terkait dengan praperadilan. Dapat ditegaskan lebih lanjut praperadilan sebagaimana dimaksud adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. (Pasal 1 angka 10 KUHAP).
Seperti Apa Mekanismenya?
Pengaturan lebih lanjut KUHAP telah mengaturnya pada BAB X pada bagian wewenang pengadilan untuk mengadili. Secara khusus berkenaan dengan praperadilan diatur dalam
Pasal 77 KUHAP yang menegaskan bahwa Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Kemudian pasca putusan MK sebagaimana telah ditegaskan di atas memperluas objek praperadilan yakni penetapan tersangka.
Secara umum mekanisme praperadilan dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
- Wewenang praperadilan adalah kewenangan dari Pengadilan Negeri;
- Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penaganan, penghentikan penyidikan atau penghentian penuntutan;
- Memeriksa dan memutus ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;
- Memeriksa dan memutus perihal penetapan tersangka;
- Pelaksanaan sidang praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera;
- Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya;
- Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya;
- Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya;
- dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang;
- dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang;
- pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;
- dalam hal suatu perkara sudah mulai. diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada pra peradilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;
- putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan, praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru;
- dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka;
- dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau pentuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan;
- dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dican tumkan rehabilitasinya;
- dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.
Dengan demikian singkatnya bagi siapapun yang hendak mengajukan praperadilan wajib memahami hukum acaranya sebagaimana telah ditegaskan dalam KUHAP. Selain itu penting juga memahami ketentuan khusus bagi praperadilan dalam lingkup penetapan tersangka. Mahkamah Agung (MA) melalui Surat Edaran MA No. 5 Tahun 2021 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno MA Tahun 2021 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Secara khusus telah menegaskan hal-hal dalam rumusan kamar pidana sebagai berikut:
“Dalam perkara tindak pidana, sejak berkas perkara dilimpahkan dan diterima oleh pengadilan serta merta menggugurkan pemeriksaan praperadilan sebagaimana dimaksud Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, karena sejak dilimpahkan perkara pokok ke pengadilan status Tersangka beralih menjadi Terdakwa, status penahanannya beralih menjadi wewenang Hakim. Dalam hal Hakim Praperadilan tetap memutus dan mengabulkan permohonan pemohon, putusan tersebut tidak menghentikan pemeriksaan perkara pokok.”
Praperadilan untuk Menguji Pelanggaran HAM
Proses peradilan pidana yang tata caranya diatur melalui KUHAP sangat terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM), mengapa? Ketika penerapan hukum pidana dilakukan terhadap seseorang dan/atau siapapun yang diduga melakukan tindak pidana, maka kemerdekaan dan kebebasan atas diri seseorang dibatasi dalam kurun waktu tertentu. Sehingga jikalau proses penegakan hukum pidana tidak dimbangi dengan mekanisme pengujian yang sah melalui praperadilan, maka potensi pelanggaran HAM dapat terjadi. Karenanya, praperadilan sebagai sebuah mekanisme pengujian menjadi sangat penting.
Kovenan Internasional Hak-Hak sipil dan Politik telah menegaskan hal-hal sebagai berikut :
“Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang. Tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan-alasan yang sah, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh hukum.” (Pasal 9 ayat 1);
“Siapa pun yang dirampas kebebasannya dengan cara penangkapan atau penahanan, berhak untuk disidangkan di depan pengadilan, yang bertujuan agar pengadilan tanpa menunda-nunda dapat menentukan keabsahan penangkapannya, dan memerintahkan pembebasannya apabila penahanan tidak sah menurut hukum.” (Pasal 9 ayat 4);
“Setiap orang yang telah menjadi korban penangkapan atau penahanan yang tidak sah, berhak untuk mendapat ganti kerugian yang harus dilaksanakan.” (Pasal 9 ayat 5).
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik telah diratifikasi ke dalam hukum positif nasional melalui UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan atas Kovnensi Internasional tersebut. Sebagai penutup, praperadilan merupakan sebuah mekanisme pengujian sebuah prosedur resmi yang mengatur tata cara dalam penegakan hukum pidana. Sehingga bagi siapapun yang mengalami perlakuan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang benar, maka mekanisme praperadilan dapat ditempuh dengan menyertakan alasan yang jelas.
Sumber Referensi:
- Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
- Praperadilan, Apa yang Kau Cari, Luhut MP Pangaribuan ; Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Ketua Umum PERADI, KOMPAS, 30 November 2017;
- Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 perihal pengujian Undang – Undang (UU) No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terhadap UUD Tahun 1945;
- UU No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik;
- Surat Edaran MA No 5 Tahun 2021 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno MA Tahun 2021 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.