MEKANISME PERLINDUNGAN PRODUK KOPI SEBAGAI HAK ATAS INDIKASI GEOGRAFIS

 

MEKANISME PERLINDUNGAN PRODUK KOPI SEBAGAI HAK ATAS INDIASI GEOGRAFIS

Oleh

Advokat

 

Pertanyaan:

Saya dan beberapa rekan saya memiliki usaha kebun kopi di salah satu daerah, dan saya ingin supaya dapat dilindungi oleh pemerintah agar dapat dijadikan sebagai indikasi geografis. Bagaimana aturan hukumnya?

Pembahasan:

Indikasi geografis dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Gerografis (UU 20/2016) dimaknai sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

Sebagai negara agraris, dengan produksi lebih dari 700 ribu ton mampu menempatkan Indonesia dalam 5 besar negara penghasil kopi terbesar di dunia. Dari sekian banyak jenis kopi yang ada di Indonesia saat ini, berdasarkan pangkalan data kekayaan intelektual indikasi geografis baru ada 29 jenis kopi lokal yang telah terdaftar sebagai indikasi geografis, dan ada 8 indikasi geografis sedang dalam proses pendaftaran.

Jumlah pemilik indikasi geografis tentu masih sangat banyak sehingga masih ada kesempatan bagi daerah penghasil kopi untuk mendaftarkan kopi khas wilayahnya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Adapun mekanisme pendaftarannya berdasarkan ketentuan UU 20/2016 adalah sebagai berikut:

    1. Pemohon adalah lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis tertentu yang mengusahakan suatu barang dan/atau produk berupa:
      1. sumber daya alam;
      2. barang kerajinan tangan; atau
      3. hasil industri.
    2. Selain Lembaga yang mewakili masyarakat, pemohon adalah pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota.
    3. Permohonan pendaftaran harus dilengkapi dengan Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis yang terdiri atas:
      barang dan/atau produk berupa:
      1. Bukti pembayaran PNBP permohonan;
      2. 10 lembar etiket Indikasi Geografis (ukuran maksimal 9×9 cm, minimal 5×5 cm);
      3. nama Indikasi Geografis yang dimohonkan pendaftarannya;
      4. nama barang yang dilindungi oleh Indikasi Geografis;
      5. uraian mengenai karakteristik dan kualitas yang membedakan barang tertentu dengan barang lain yang memiliki kategori sama, dan menjelaskan tentang hubungannya dengan daerah tempat barang tersebut dihasilkan;
      6. uraian mengenai lingkungan geografis serta faktor alam dan faktor manusia yang merupakan satu kesatuan dalam memberikan pengaruh terhadap kualitas atau karakteristik dari barang yang dihasilkan;
      7. uraian tentang batas-batas daerah dan/atau peta wilayah yang dicakup oleh Indikasi Geografis dan harus mendapat rekomendasi dari instansi yang berwenang;
      8. uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian Indikasi Geografis untuk menandai barang yang dihasilkan di daerah tersebut, termasuk pengakuan dari masyarakat mengenai Indikasi Geografis tersebut;
      9. uraian yang menjelaskan tentang proses produksi, proses pengolahan, dan proses pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap produsen di daerah tersebut untuk memproduksi, mengolah, atau membuat barang terkait;
      10. uraian mengenai metode yang digunakan untuk menguji kualitas barang yang dihasilkan; dan
      11. label yang digunakan pada barang dan memuat Indikasi.

Jadi ketika sekelompok masyarakat ingin mendaftarkan indikasi geografis maka perlu membentuk sebuah Lembaga untuk memastikan bahwa mereka memiliki legal standing untuk mewakili masyarakat dan/atau meminta kepada pemerintah daerah setempat untuk mengajukan permohonan, sebagaimana ketentuan pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Indikasi Geografis yang menyatakan “Pemohon adalah lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis tertentu dan/atau pemerintah daerah yang mengajukan Permohonan Indikasi Geografis”.

 

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Gerografis
  2. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Indikasi Geografis
ardian pratomo, SH

ardian pratomo, SH

Advokat di MA&P Lawyers Deliberative Legal Solution