KETENTUAN HUKUM PENJIPLAKAN KARYA BATIK TULIS

 

KETENTUAN HUKUM PENJIPLAKAN KARYA BATIK TULIS

 

Oleh

Advokat

 

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya jika terjadi penjiplakan karya batik tulis oleh oknum yang tidak bertanggung jawab?

Pembahasan:

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) plagiat atau penjiplakan diartikan sebagai “Pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri”. Hak Cipta ini memiliki prinsip deklaratif, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) yang berbunyi “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Sehingga kata “diwujudkan” dalam ketentuan tersebut dapat dimaknai sebagai diketahuinya karya cipta tersebut oleh publik, yang artinya setelah dilakukan publikasi maka perlindungan hak cipta serta hak ekonomi atas karya cipta tersebut melekat pada pencipta.

Karya batik tulis merupakan salah satu kategori hak cipta yang dilindungi Pasal 40 Ayat 1 Huruf j UU Hak Cipta yang menyebutkan bahwa “Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas: … j. karya seni batik atau seni motif lain; “, dan jangka waktu perlindungan atas hak cipta tersebut adalah seumur hidup dari pencipta ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Atas ciptaannya pemilik hak cipta mendapatkan perlindungan dari upaya-upaya dari pihak yang tidak bertanggung jawab dalam melakukan distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat  merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Meskipun pendaftaran bukan merupakan syarat administratif untuk mendapatkan perlindungan hak cipta, namun pendaftaran atau pencatatan hak cipta bisa mempermudah upaya negara dalam pendataan karya cipta serta pengelolaan hak ekonomi. Selain itu, pencatatan karya cipta  akan mempermudah proses penyelesaian sengketa apabila terjadi pelanggaran hak cipta.

UU Hak Cipta membuka peluang bagi pemilik hak cipta melakukan upaya hukum baik perdata maupun pidana ketika terjadi penjiplakan. Penjiplakan batik tulis yang paling sering terjadi adalah menjadikan desain motif dan corak batik tulis dijiplak dalam bentuk digital kemudian diproduksi secara massal dengan metode printing. Hal ini jelas merugikan pemilik hak cipta, karena corak dan motif batik tulis itu dibuat secara terbatas sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi, namun dengan adanya produksi massal dan menggunakan bahan kualitas rendah mengakibatkan nilai jual batik tersebut menjadi sangat rendah.

Atas kerugian tersebut pemilik hak cipta atau ahli waris dapat mengajukan upaya hukum untuk mendapatkan ganti rugi melalui metode alternatif penyelesaian sengketa, Arbitrase, atau Pengadilan Niaga sebagaimana ketentuan Pasal 95 dan Pasal 96 UU Hak Cipta. Selain upaya hukum perdata, penjiplakan hak cipta juga berpotensi dikenai sanksi pidana sebagaimana ketentuan

Pasal 9 Ayat 3 UU Hak Cipta yang berbunyi “Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.” Pelanggaran atas Pasal 9 Ayat 3 akan dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 113 Ayat 4 UU Hak Cipta dengan ketentuan pidana “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)”.

Upaya hukum baik perdata maupun pidana tentu akan lebih mudah apabila pemilik hak cipta atau ahli waris melakukan pencatatan atau pendaftaran hak cipta, karena dengan terbitnya Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : Hki-05.Ti.03.02 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Sistem Pop-Hc (Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta) menjadikan proses pendaftaran atau pencatatan hak cipta semakin mudah.

 

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Referensi:

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)